Vol.6 | Peran Tools Compliance Risk Management (CRM) dalam Meningkatkan Voluntary
Tax Compliance Wajib Pajak di Indonesia
Rahma Alifatu Zahro
30 Juli 2021
0
Teknologi dan informasi terus berkembang seiring berjalannya dinamika dalam kehidupan manusia. Perkembangan ini juga memegang peranan besar pada tiap bidang kehidupan ketatanegaraan suatu bangsa — termasuk Indonesia. Sistem perpajakan di Indonesia sebagai salah satu hak negara dalam menjalankan fungsi penerimaannya terbagi menjadi dua fokus utama, yaitu kebijakan perpajakan dan administrasi perpajakan. Kedua fokus tersebut saling bersinergi untuk mencapai pelayanan perpajakan yang terbaik (better tax service) dan menjadi upaya untuk mewujudkan kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance).
Pemenuhan hak bagi negara turut diiringi oleh isu rendahnya voluntary tax compliance Wajib Pajak di Indonesia. Sebagaimana data yang bersumber dari Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bahwa terjadi ketidaktercapaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2016. Sesuai dengan data tersebut, pemerintah telah menargetkan angka 72,50% sebagai hasil IKU dengan indikator kepatuhan wajib pajak yang tinggi, tetapi realisasinya hanya mencapai 63,15% saja. Hal demikian seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk mengkaji lebih lanjut faktor-faktor penyebab rendahnya angka voluntary tax compliance Indonesia.
Dalam mewujudkan better tax service, diperlukan adanya penegakan hukum yang baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mereformasi undang-undang perpajakan (berdasarkan pada asas keadilan dan kemudahan administrasi) dan reformasi administrasi perpajakan (mengacu pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik atau good corporate governance). Mereformasi administrasi perpajakan turut mempengaruhi aspek penentuan human resource (SDM) dan infrastruktur yang memadai, seperti diimplementasikannya e-government — mengarah kepada perbaikan berbasis teknologi di bidang perpajakan. Selanjutnya, tumbuhlah kepercayaan Wajib Pajak terhadap negara (social trust) akibat sudah terpenuhinya aspek-aspek penting dalam pemenuhan prasyarat sebagai negara yang memiliki kesan baik (good image) kepada Warga Negaranya.
Menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam upaya perbaikan sistem administrasi di bidang perpajakan bukanlah perkara yang mudah. Namun, inovasi merupakan sebuah keniscayaan untuk mengiringi kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang secara pesat. Hal ini demi terselenggaranya pemenuhan hak negara untuk memperoleh penerimaan dari rakyatnya. Salah satu pertimbangan yang menjadi urgensi perbaikan sistem administrasi perpajakan adalah mempertimbangkan administrasi perpajakan itu sendiri. Hal ini selaras dengan pernyataan bahwa terdapat pengembangan dua instrumen krusial dalam upaya pengembangan administrasi perpajakan, yaitu melakukan upaya perbaikan supaya dapat mencapai target penerimaan pajak serta melakukan reformasi internal demi terwujudnya administrasi perpajakan yang efisien dan efektif (Irianto, 2012).
Sebelumnya, DJP telah merencanakan perbaikan sistem administrasi perpajakan yang tertuang di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-46/PJ/2015. Peraturan tersebut berisi beberapa rencana strategis DJP dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tahun 2015–2019. Salah satunya adalah penerapan Compliance Risk Management (CRM) yang ketika diidentifikasikan menggunakan McFarlan Strategic Grid termasuk ke dalam kuadran high potential grid. Aplikasi dalam kuadran high potential grid adalah aplikasi yang berpotensi meningkatkan penerimaan pajak meskipun belum ada bukti pasti mengenai potensi penerimaan itu sendiri. Kelanjutan dari rencana strategis penerapan Compliance Risk Management (CRM) di Indonesia terealisasi dengan ditetapkannya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2019 tentang Implementasi Compliance Risk Management Dalam Kegiatan Ekstensifikasi, Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penagihan di Direktorat Jenderal Pajak. Adanya inovasi baru yang diterapkan oleh DJP pada akhir tahun 2019 ini diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan terkait sistem administrasi perpajakan di Indonesia.
Implementasi Compliance Risk Management (CRM) di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berdaulat telah menerapkan sistem untuk mengatur keuangannya sendiri, salah satunya adalah dengan adanya implementasi pajak untuk keberlangsungan penerimaan negara. Perlunya perubahan-perubahan dalam kegiatan tata laksana perpajakan merupakan bagian dari dinamika administrasi perpajakan demi tegaknya hukum perpajakan di Indonesia. Indonesia telah beberapa kali melakukan upaya penegakan hukum pajak melalui reformasi administrasi pajak, salah satunya dengan mengimplementasikan CRM.
Perlu diketahui bahwa sebelumnya Indonesia telah menerapkan alat bantu dalam program ekstraksi Wajib Pajak, meliputi pemetaan, pembuatan profil, perekaman, dan pertukaran data perpajakan. Alat ini dinamakan Benchmark Behavioral Model (BBM) dan tindak lanjutnya diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2016. Namun, dengan adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2019, maka surat edaran mengenai pembuatan BBM dan tindak lanjutnya dicabut dan dinyatakan sudah tidak berlaku.
Fungsi CRM dalam sistem administrasi perpajakan adalah untuk memetakan kepatuhan Wajib Pajak berdasarkan penilaian (scoring) dan pembobotan (weighting) berdasarkan pada Automatic Exchange of Information (AEoI) dan Tax Amnesty untuk mencapai objektivitas melalui kegiatan analisis berbasis data untuk selanjutnya menyentuh tingkat ketepatan yang tinggi. Perlu diketahui pula, secara garis besar CRM terbagi menjadi tiga fungsi, yakni fungsi ekstensifikasi, pemeriksaan dan pengawasan, serta penagihan (dengan surat paksa).
Dalam menganalisis tingkat kepatuhan pajak berdasarkan adanya implementasi Compliance Risk Management (CRM) di Indonesia, perlu dilakukan analisis komparasi antara tahun sebelum dan sesudah diimplementasikannya CRM di Indonesia untuk menghindari ketidakvalidan data pada tahun 2020 akibat akhir penyampaian SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tahun 2020 yang berakhir pada 31 Maret 2021 (bisa saja berubah terkait dengan penerbitan peraturan baru, seperti adanya relaksasi penyampaian SPT Tahunan untuk tahun pajak 2019).
Tabel 1 Data Capaian IKU Kepatuhan Wajib Pajak
Berdasarkan Laporan Kinerja DJP sejak tahun 2016 hingga 2019, secara umum terjadi peningkatan realisasi sasaran kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia pada tahun 2019. Meskipun angka indeks capaian yang menunjukkan penurunan setiap tahunnya sejak 2017. Penurunan tersebut terjadi karena meningkatnya target DJP yang tidak sebanding dengan realisasinya. Jika dilakukan analisis secara sederhana, terjadi peningkatan pada subbagian indeks ini terjadi karena adanya implementasi CRM sejak September 2019 sebagai alat yang secara resmi menggantikan BBM.
Referensi
ADB. (2020). A Comparative Analysis Of Tax Administration In Asia and The Pasific: 2020 Edition. January 13, 2021. http://dx.doi.org/10.22617/TCS190240
Alink, Matthijs & Kommer, Victor. (2016).Handbook on tax administration (second revised edition). IBFD: Author.
Asian Development Bank. (2020). Improving Tax Compliance Establishing a Risk Management Framework. January 12, 2021. https://www.adb.org/sites/default/files/publication/562431/governance-brief-039-improving-tax-compliance.pdf
Da Silva, Fábio Pereira. (2019, March 8). International Review of Economics. Voluntary Versus Enforced Tax Compliance: The Slippery Slope Framework In The Brazilian Context. 66, 147–180. January 13, 2021. https://doi.org/10.1007/s12232-019-00321-0
DDTC. (2019, January). Indonesia Taxation Quarterly Report Q4–2019 : Anticipating Compliance Risk Management. January 12, 2021.
https://ddtc.co.id/id/riset/publikasi/laporan-kuartalan/itqr4/
DDTC. (2019, Augustus 20). Reportase. Berapa Jumlah Wajib Pajak dan Tingkat Kepatuhannya? Cek Disini. DDTC News.
Direktorat Jenderal Pajak. (2016).Laporan kinerja Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016. Indonesia: Author.
Direktorat Jenderal Pajak. (2017).Laporan kinerja Direktorat Jenderal Pajak tahun 2017. Indonesia: Author.
Direktorat Jenderal Pajak. (2018).Laporan kinerja Direktorat Jenderal Pajak tahun 2018. Indonesia: Author.
Direktorat Jenderal Pajak. (2019).Laporan kinerja Direktorat Jenderal Pajak tahun 2019. Indonesia: Author.
Direktorat Jenderal Pajak. (2019). Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-24/PJ/2019 tentang Implementasi Compliance Risk Management (CRM) dalam kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan di Direktorat Jenderal Pajak.
Hakim, Zulkarnain., Handajani, Lilik., & Inapty, Biana Adha. (2017). Voluntary Tax Compliance Wajib Pajak Perusahaan Perhotelan: Determinan, Kepercayaan dan Kekuasaan Legitimasi. January 12, 2021.
https://ecojoin.org/index.php/EJA/article/view/198
IBFD. (2018). Improving Tax Compliance in a Globalized World. Amsterdam: The Netherlands.
Irianto, Edi Slamet. (2012).Kebijakan fiskal dan pengelolaan pajak di Indonesia. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo
OECD. (2019). Tax Administration 2019: Comparative Information on OECD and Other Advanced and Emerging Economies, OECD Publishing, Paris.
https://doi.org/10.1787/74d162b6-en
Pohan, Chairil Anwar. (2017). Manajemen Perpajakan (cetakan kelima edisi revisi). Jakarta: PT Centro Inti Media.
Rosdiana, Haula & Irianto, Edi Slamet. (2012).Pengantar ilmu pajak: Kebijakan dan implementasi di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Simanjuntak, Timbul Hamonangan & Mukhlis, Imam. (2012) Dimensi Ekonomi Perpajakan Dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Raih Asa Sukses.